Senin, 16 November 2015

Dewi blogger



Belajar dari tukang supir


Setiap hari ku selalu mengendarai mobil truk yang besar.
Mata ini terasa perih jika berpapasan dengan debu-debu di jalan.
Mandi keringat ku lakukan setiap hari demi menyelesaikan pekerjaan ku.
Ku lalui musim panas sampai musim kebanjiran, ku selalu setia mengendarai truk ini yang membawa barang gas lpj.
Sering ku melihat dengan mata kepala ku sendiri, ada orang kecelakan di jalan dan seperti nya tak bisa di tolong lagi, dia hanya seorang tukang beca keliling.
Orang-orang hanya menganggap nya sebelah mata tak ada yang perduli dengan keadaanya kecuali orang yang kenal dengan nya (maklum hidup di ibu kota).
Ku tunai kan sholat isya di salah satu masjid yang ada di ibu kota, ku melihat seoarng pejabat kaya raya di sebelah ku, dia sangat di hormati oleh masyarakat sekeliling nya.
Sedangkan aku hanya di pandang sebelah mata oleh sekeliling ku, tapi saat ku selesai menunaikan sholat isya berjamaah, ku berkata dalam hati perbedaan itu akan hilang ketika kita menghadap sang pencipta (Allah).
Semua pengorbanan ku lakukan demi negri ini, andai seluruh supir truk pengangkut gas lpj tidak ada yang mau lagi, apa yang terjadi hidup kita ini?


Intinya:
pengorbanan rakyat kecil tidak akan pernah di anggap oleh penjabat tinggi (tampa kesadaran dari diri sendiri).
Jangan melihat pengorbanan kecil yang di lakukan seseorang kapada kita, tapi coba lah lihat proses pengorbanannya kepada kita.


                                                                                                                     Curhatan hati seseorang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar